KEPERAWATAN
MEDIKAL BEDAH II
(CHF)
OLEH:
FEBRIANI M. HAMID
NIM : 2102016 06
AKADEMI KEPERAWATAN LAPATAU BONE
2017/2018
Kata Pengantar
Bismillahirrohmanirrohiim.
Puji dan
syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas limpahan nikmat dan karunia-Nya,
sehingga saya dapat menyusun makalah “KMB II”. Makalah ini disusun dalam
rangka untuk menyelesaikan tugas yang diberikan.
Saya
menyadari sepenuhnya, dalam penyusunan makalah ini jauh dari kesempurnaan,
disana sini masih banyak kekurangan dan kelemahan. Ini tidak lain karena
keterbatasan kami dalam mencari sumber-sumber yang dapat dijadikan referensi
dan juga keterbasan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kepada semua
pihak kiranya dapat memberikan kritik dan saran demi perbaikan penulisan
makalah ini.
Selanjutnya
saya sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen,
yang telah memberikan tugas sehingga makalah ini dapat dibuat, mudah-mudahan
amal baik yang diberikan akan mendapat imbalan dari yang Maha Kuasa, amiin.
Kami sangat berharap makalah ini bermanfaat bagi pembaca. Oleh karena
itu, sangat diharapkan saran dan kritik demi perbaikan penulisan makalah ini.
Watampone,
Februari 2018
Febriani M. Hamid
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Gagal
jantung merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas.Akhir-akhir ini
insiden gagal jantung mengalami peningkatan.Kajian epidemiologi menunjukksn
bahwa ada berbagai kondisi yang mendahului dan menyertai gagal jantung.Kondisi
tersebut dinamakan faktor resiko. Faktor resiko yang ada dapat dikontrol dengan
mengubah gaya hidup atau kebiasaan pribadi dan faktor resiko yang non
modifiable yang merupakan konsekuensi genetic yang tidak dapat dikontrol.
Contohnya ras dan jenis kelamin.Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi
dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk
metabolisme jaringan.Ciri-ciri yang penting dari definisi ini adalah pertama
definisi gagal adalah relatif terhadap kebutuhan metabolik tubuh, kedua
penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara
keseluruhan.(Nurhadi, 2003).
Sejumlah
faktor sistemik dapat menunjang perkembangan dan keparahan dari gagal jantung.
Peningkatan laju metabolic (misalnya: demam, koma, tiroktoksikosis), hipoksia
dan anemia membutuhkan suatu peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan
oksigen. Gagal jantung kongestif adalah
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Risiko gagal
jantung kongestif akan meningkat pada orang lanjut usia karena penurunan fungsi
ventrikel akibat penuaan. Gagal jantung kongestif ini dapat menjadi kronik
apabila disertai dengan penyakit-penyakit lain, seperti hipertensi, penyebab
katup jantung, kardiomiopati, dan lain-lain.
Pada saat ini gagal jantung kongestif merupakan satu-satumya
penyakit kardiovaskular yang terus meningkat insiden dan prevalensinya. Resiko
kematian akibat gagal jantung berkisar antara 5-10% pertahun pada gagal jantung
ringan yang akan meningkat menjadi 30-40% pada gagal jantung berat. Selain itu,
gagal jantung kongestif merupakan penyakit yang paling sering memerlukan
perawatan ulang di rumah sakit meskipun pengobatan rawat jalan telah
diberikan secara optimal. (R. Miftah, 2004)
Masalah
kesehatan dengan gangguan sistem kardiovaskular masih menduduki peringkat yang
tinggi, menurut WHO dilaporkan bahwa sekitar 3000 penduduk Amerika menderita
gagal jantung kongestif.Sedangkan pada tahhun 2005 di jawa tengah terdapat 520
penderita gagal jantung kongestif.Pada umumnya, penyakit gagal jantung
kongestif diderita lansia berusia diatas 50 tahun. Insiden ini akan terus
bertambah setiap tahun pada lansia yang berusia diatas 50 tahun. Sebagian besar
lansia yang didiagnosis gagal jantung kongestif tidak dapat hidu lebih dari 5
tahun. (Charlie, 2005).
Berdasarkan
hal tersebut, maka disusunlah makalah ini yang lebih lanjut akan menguraikan
lebih jelas mengenai konsep penyakit
gagal jantung kongestif serta menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan
gagal jantung kongestif.
1.
Apa definisi gagal jantung
kongestif?
2.
Apa penyebab
gagal jantung kongestif?
3.
Apa patofisiologi gagal jantung kongestif?
4.
Apa saja klasifikasi
gagal jantung kongestif?
5.
Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi
gagal jantung kongestif?
6.
Bagaimana
manifestasi klinis
penyakit gagal jantung kongestif?
7.
Apa saja komplikasi pada pasien yang mengalami gagal jantung kongestif ?
8.
Apa saja
pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien yang mengalami gagal
jantung kongestif?
9.
Bagaimana penatalaksanaan pada pasien dengan gangguan gagal jantung kongestif?
1
Mengetahui pengertian gangguan gagal jantung kongestif
2
Mengetahui penyebab terjadinya gagal jantung
kongestif
3
Mengetahui patofisiologi dari
penyakit gagal jantung kongestif
4
Mengetahui klasifikasi gagal jantung kongestif
5
Mengetahui apa-apa saja faktor yang
mempengaruhi gagal jantung
kongestif
6
Mengetahui tentang manifestasi
klinis gagal jantung kongestif
7
Mengetahui
kompliikasi pada pasien yang mengalami gagal jantung kongestif
8
Mengetahui
pemriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien yang mengalami gagal
jantung kongestif
9
Mengetahui penatalaksanaan dan
penanganan pada pasien gagal jantung kongestif
10
Mengetahui dan
menentukan bagaimana rencana asuhan
keperawatan yang harus diberikan pada pasien yang mengalami gagal jantung kongestif.
Gagal jantung kongestif adalah keadaan dimana jantung tidak mampu lagi
memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi badan untuk
keperluan metabolisme jaringan tubuh pada keadaan tertentu, sedangkan tekanan
pengisian ke dalam jantung masih cukup tinggi. Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis dimana
jantung gagal mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun
tekanan pengisian cukup. (Paul Wood, 1958). Hal ini mengakibatkan peregangan
ruang jantung (dilatasi) guna menampung darah lebih banyak untuk dipompakan ke
seluruh tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal.Jantung hanya
mampu memompa darah untuk waktu yang singkat dan dinding otot jantung yang
lemah tidak mampu memompa dengan kuat.
Kelainan primer
pada gagal jantung adalah berkurang atau hilangnya sebagian fungsi miokardium
yang menyebabkan penurunan curah jantung.Penyakit gagal jantung yang dalam
istilah medisnya disebut dengan “Heart Failure atau Cardiac Failure”, merupakan
suatu keadaan darurat medis dimana jumlah darah yang dipompa oleh jantung
seseorang setiap menitnya (cardiac output) tidak mampu memenuhi kebutuhan
normal metabolisme tubuh.
Gagal Jantung
adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang cukup dalam jumlah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrient (Diane
C.Baughman dan Jo Ann C.Hockley,2000)
Gagal jantung
kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekut untuk
memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi (Smeltzer &
Bare,2001), Waren dan Stead dalam Sodeman,1991 (Renardi,1992)
Gagal jantung
sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya
kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot
jantung mencakup ateroslerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit
degeneratif atau inflamasi.
Aterosklerosis
koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke
otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).
Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal
jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan
gagal jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung
menyebabkan kontraktilitas menurun.
Penyebab
gagal jantung mencakup apapun yang menyebabkan peningkatan volume plasma sampai
derajat tertentu sehingga volume diastolik akhir meregangkan serat-serat
ventrikel melebihi panjang optimumnya.Penyebab tersering adalah cedera pada jantung
itu sendiri yang memulai siklus kegagalan dengan mengurangi kekuatan kontraksi
jantung. Akibat buruk dari menurunnya kontraktilitas, mulai terjadi akumulasi
volume darah di ventrikel.
Hal yang mendasari
terjadinya gagal jantung kongestif meliputi gangguan kemampuan konteraktilitas
jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal.
Tetapi pada gagal jantung dengan masalah utama yang terjadi adalah kerusakan
serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih
dapat dipertahankan.Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada
setiap kontraksi tergantung pada 3 faktor, yaitu :
a.
Preload, adalah jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung
dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut otot jantung
b.
Konteraktilitas, mengacu pada perubahan kekuatan konteraksi yang terjadi
pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan
kadar kalsium.
c.
Afterload, mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan
untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan
arteriol
Terjadinya Kelainan intrinsik pada
kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung akibat penyakit jantung
iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif.
Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup dan
meningkatkan volume residu ventrikel. Tekanan
arteri paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap peningkatan kronis
tekanan vena paru. Hipertensi pulmonary meningkatkan tahanan terhadap ejeksi
ventrikel kanan. Serentetan kejadian seprti yang terjadi pada jantung kiri,
juga akan terjadi pada jantung kanan, dimana akhirnya akan terjdi kongesti
sistemik dan edema.
Perkembangan
dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema dapat dieksaserbasi oleh
regurgitasi fungsional dan katub-katub trikuspidalis atau mitralis bergantian.
Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi dari annulus katub
atrioventrikularis atau perubahan-perubahan pada orientasi otot papilaris dan
kordatendinae yang terjadi sekunder akibat dilatasi ruang.Jika terjadi gagal
jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi baik pada jantung dan secara sistemik.
Jika stroke volume kedua ventrikel berkurang oleh karena penekanan
kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan
tekanan pada akhir diastolik dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Ini akan
meningkatkan panjang serabut miokardium akhir diastolik, menimbulkan waktu
sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, terjadi dilatasi
ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat masih bisa baik tapi, tapi
peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama/kronik akan dijalarkan ke
kedua atrium dan sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan
kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema
paru atau edema sistemik. Penurunan cardiac output, terutama jika
berkaitan dengan penurunan tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan
mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral. Peningkatan aktivitas sistem
saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan
vena ; perubahan yang terkhir ini akan meningkatkan volume darah sentral.yang
selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi – adaptasi ini
dirancang untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat
mengganggu tubuh. Oleh karena itu , takikardi dan peningkatan kontraktilitas
miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien – pasien dengan penyakit
arteri koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat memperburuk
kongesti pulmoner.
Aktivasi
sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer ;adaptasi ini
dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ – organ vital, tetapi jika
aktivasi ini sangat meningkatmalah akan menurunkan aliran ke ginjal dan
jaringan. Resitensi vaskuler perifer dapat juga merupakan determinan utama afterload
ventrikel, sehingga aktivitas simpatis berlebihan dapat meningkatkan fungsi
jantung itu sendiri. Salah satu efek penting penurunan cardiac output
adalah penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi
glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin –
angiotensin – aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan
resitensi vaskuler perifer selanjutnta dan penigkatan afterload ventrikel kiri
sebagaimana retensi sodium dan cairan. Gagal jantung berhubungan dengan
peningkatan kadar arginin vasopresin dalam sirkulasi yang meningkat, yang juga
bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung
terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan
atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek
natriuretik dan vasodilator.
Sindrom gagal
jantung disebabkan oleh beberapa komponen:
a.
Ketidakmampuan miokard untuk berkontraksi dengan sempurna mengakibatkan stroke
volum dan cardiac output menurun.
b.
Beban sistolik yang berlebihan diluar kemampuan ventrikel(systolic overload)
menyebabkan hambatan pada pengosongan ventrikel sehingga menurunkan curah
ventrikel.
c.
Preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel(diastolic overload)
akan menyebabkan volume dan tekanan pada akhir diastolic dalam ventrikel
meninggi.
d.
Beban kebutuhan metabolik meningkat melebihi kemampuan daya kerja jantung
dimana jantung sudah bekerja maksimal, maka akan terjadi keadaan gagal jantung
walaupun curah jantung sudah cukup tinggi tetapi tidak mamu untuk memenuhi
kebutuhan sirkulasi tubuh.
e.
Hambatan pada pengisian ventrikel karena gangguan aliran masuk kedalam
ventrikel atau pada aliran balik venous return akan menyebabkan pengeluaran
atau output ventrikel berkurang dan curah jantung menurun.
Gagal jantung
kanan maupun kiri
dapat disebabkan oleh beban kerja(tekanan atau volume) yang berlebihan dan atau
gangguan otot jantung itu sendiri.Beban volume atau preload disebabkan karena
kelainan ventrikel memompa darah lebih banyak semenit sedangkan beban tekanan
atau afterload disebabkan oleh kealinan yang meningkatkan tahanan terhadap
pengaliran darah ke luar jantung.Kelainan atau gangguan fungsi miokard dapat
disebabkan oleh menurunnya kontraktilitas dan oleh hilangnya jaringan
kontraktil (infark miokard).Dalam menghadapi beban lebih, jantung menjawab
(berkompensasi) seperti bila jantung menghadapi latihan fisik. Akan tetapi bila
beban lebih yang dihadapi berkelanjutan maka mekanisme kompensasi akan
melampaui batas dan ini menimbulkan keadaan yang merugikan.
Menurut Brunner
& Suddart dalam Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Klasifikasi berbagai sindrom gagal jantung dibuat berdasarkan gambaran umum
yang mendominasi sindrom klinis secara keseluruhan. Hal ini bisa membantu menegakkan
diagnosis, yaitu
:
1.
Gagal jantung akut (acut heart failure [AHF])
Secara
garis besar sama dengan gagal jantung kiri dan disebabkan oleh kegagalan
mempertahankan curah jantung yang terjadi mendadak. Kemungkinan karena infark
miokard, disfungsi katup, atau krisis hipertensi. Kejadiannya berlangsung cepat
dimana mekanisme kompensasi menjadi tidak efektif, kemudian berkembang menjadi
edema paru dan kolaps sirkulasi (syok kardiogenik).
2.
Gagal jantung kronis (chronic heart failure [CHF])
Secara
garis besar sama dengan gagal jantung kanan. Curah jantung menurun secara
bertahap, gejala dan tanda tidak terlalu jelas, dan didominasi oleh gambaran
yang menunjukkan mekanisme kompensasi. Biasanya
gagal jantung kronis dapat disebabkan oleh hipertensi, penyakit katup, atau
paru obstruksi kronis/menahun.
Yang
membingungkan, sering terjadi gagal jantung kiri dan kanan sekaligus, biasanya
karena gagal jantung kiri kronis menyebabkan hipertensi pulmonal sekunder dan
gagal jantung kanan.Kegagalan biventrikular kronis disebut gagal jantung
kongestif.
Beberapa faktor yang memicu terjadinya
Congestive Heart Failure adalah sebagai berikut:
A.
Disfungsi miokard (kegagalan miokardial)
B.
Beban tekanan berlebihan atau pembebanan sistolik (systolic overload)
Beban
sistolik yang berlebihan diluar kemampuan ventrikel (systolic overload)
menyebabkan hambatan pada pengosongan ventrikel sehingga menurunkan curah
ventrikel atau isi sekuncup.
C.
Beban volume berlebihan atau pembebanan diastolik (diastolic overload)
Preload
yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel (diastolic overload) akan
menyebabkan volume dan tekanan pada akhir diastolik dalam ventrikel meninggi.
Prinsip Frank Starling; curah jantung mula-mula akan meningkat sesuai dengan
besarnya regangan otot jantung, tetapi bila beban terus bertambah sampai
melampaui batas tertentu, maka curah jantung justru akan menurun kembali.
D.
Peningkatan kebutuhan metabolik atau peningkatan kebutuhan yang berlebihan
(demand overload) Beban kebutuhan metabolik meningkat melebihi kemampuan daya
kerja jantung dimana jantung sudah bekerja maksimal, maka akan terjadi keadaan
gagal jantung walaupun curah jantung sudah cukup tinggi tetapi tidak mampu
untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh.
E.
Gangguan pengisian (hambatan input).
Hambatan
pada pengisian ventrikel karena gangguan aliran masuk ke dalam ventrikel atau
pada aliran balik vena (venous return)akan menyebabkan pengeluaran atau output
ventrikel berkurang dan curah jantung menurun.
F.
Kelainan Otot Jantung
Gagal
jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, menyebabkan
menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan
fungsi otot mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit
otot degeneratif atau inflamasi.
1) Aterosklerosis Koroner
Mengakibatkan
disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi
hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium
(kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
2) Hipertensi Sistemik /
Pulmonal
Meningkatkan
beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertropi serabut otot
jantung.
3) Peradangan dan Penyakit
Miokardium
Berhubungan
dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut
jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
G.
Penyakit jantung
Penyakit
jantung lain seperti stenosis katup semilunar, temponade perikardium,
perikarditis konstruktif, stenosis katup AV.
H.
Faktor sistemik
Faktor
sistemik seperti hipoksia dan anemia yang memerlukan peningkatan curah jantung
untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia juga dapat
menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis dan abnormalitas
elektrolit juga dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
Semua situasi
diatas dapat menyebabkan gagal jantung kiri atau kanan. Penyebab yang
spesifik untuk gagal jantung kanan antara lain:
a. Gagal
jantung kiri
b. Hipertensi
paru
c. PPOM
Gangguan gagal
jantung sangat bergantung pada etiologi untuk setiap kasusnya. Namun, manifestasi tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut:
1.
Meningkatnya volume intravaskuler.
2.
Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat.
3.
Edema paru akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis,sehingga cairan mengalir
dari kapiler paru ke alveoli, yang dimanifestasikan dengan batuk dan nafas
pendek.
4.
Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat tekanan sistemik.
5.
Turunnya curah jantung akibat darah tidak dapat mencapai jaringan dan organ.
6.
Tekanan perfusi ginjal menurun sehingga mengakibatkan terjadinya pelepasan
renin dari ginjal, yang pada gilirannya akan menyebabkan sekresi aldosteron,
retensi natrium, dan cairan, serta peningkatan volume intravaskuler.
7.
Tempat kongestif tergantung dari ventrikel yang terlibat, misalnya disfungsi
ventrikel kiri atau gagal jantung kiri.
Manifestasi Klinis Gagal jantung
kanan:
1. Kongestif jaringan perifer dan
viseral.
2. Edema ekstrimitas bawah
(edema dependen), biasanya edema pitting, penambahan berat badan.
3. Hepatomegali
dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi
akibat pembesaran vena di hepar.
4. Anorexia
dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam
rongga abdomen.
5. Nokturia
6. Kelemahan
7. Tanda
dominan :
8. Meningkatnya
volume intravaskuler
9. Kongestif
jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat penurunan curah
jantung. Manifestasi
10. Kongesti
berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi.
Manifestasi
klinis Gagal Jantung Kiri :
1. Kongesti
paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak mampu memompa
darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :
2. Dispnea,
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas.
Dapat terjadi ortopnoe. Beberapa pasien dapat mengalami ortopnoe pada malam
hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea (PND)
3. Batuk
4. Mudah
lelah
Terjadi karena
curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi
normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil
katabolisme. Juga terjadi karena meningkatnya energi yang
digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress
pernafasan dan batuk.
5. Kegelisahan dan
kecemasan
Terjadi
akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas
dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.
Komplikasi
yang terjadi
pada pasien dengan gangguan Congestive Heart Failure dapat berupa:
1)
Kerusakan atau kegagalan ginjal
Gagal
jantung dapat mengurangi aliran darah ke ginjal, yang akhirnya dapat
menyebabkan gagal ginjal jika tidak ditangani.Kerusakan ginjal dari gagal
jantung dapat membutuhkan dialysis untuk pengobatan.
2)
Masalah katup jantung
Gagal jantung menyebabkan penumpukan
cairan sehingga dapat terjadi kerusakan pada katup jantung.
3)
Kerusakan hati
Gagal
jantung dapat menyebabkan penumpukan cairan yang menempatkan terlalu banyak
tekanan pada hati. Cairan ini dapat menyebabkab jaringan parut yang
mengakibatkan hati tidak dapat berfungsi dengan baik.
4)
Serangan jantung dan stroke
Karena
aliran darah melalui jantung lebih lambat pada gagal jantung daripada di
jantung yang normal, maka semakin besar kemungkinan seseorangakan mengembangkan
pembekuan darah yang dapat meningkatkan risiko terkena serangan jantung atau
stroke.
Menurut Dongoes (2000) pemeriksaan
penunjang yang dapat d ilakukan untuk menegakkan diagnosa CHF yaitu:
1.
Elektrokardiogram (EKG)
Hipertropi
atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia, disritmia, takikardi,
fibrilasi atrial.
2.
Scan jantung
Tindakan
penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding.
3.
Sonogram (ekokardiogram, ekokardiogram dopple)
Dapat
menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katup,
atau area penurunan kontraktilitas ventrikular.
4.
Kateterisasi jantung
Tekanan
abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung kanan dan
gagal jantung kiri dan stenosis katup atau insufisiensi.
5.
Rongent dada
Dapat
menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi atau hipertropi
bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah abnormal.
6.
Enzim hepar
Meningkat dalam gagal/kongesti
hepar.
7.
Elektronik
Mungkin berubah karena perpindahan
cairan/penurunan fungsi ginjal, terapi diuretik.
8.
Oksimetri nadi
Saturasi
oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung kongestif akut menjadi
kronis.
9.
Analisa gas darah (AGD)
Gagal
ventrikel kiri ditandai dengan alkaliosis respiratori ringan (dini) atau
hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).
10.
Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin
Peningkatan
BUN menunjukkan penurunan fungsi ginjal.Kenaikan baik BUN dan kreatinin
merupakan indikasi gagal ginjal.
11.
Pemeriksaan tiroid
Peningkatan
aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid sebagai pre pencetus gagal
jantung.
1. CHF
(Congestif Heart Failure) Akut
a. Pasien
dipersilahkan duduk tegak bila tidak mengalami hipotensi.
b. Oksigen:
segera ambil gas darah arteri pada suhu kamar, kemudian pasang masker pada 60%;
intubasi bila terjadi gagal ventilasi atau bila pasien mengalami sianosis
secara progresif dan status mentalnya menurun.
c. Tangani
iskemia miokard bila ada indikasi.
d. Berikan
morfin, nitrogliserin, dan diuretic per IV (furosemid) bila tidak ada hipotensi
bermakna.
e. Pertimbangkan
inotropik (dobutamin, dopamine) intravena (IV), gunakan segera bila terdapat
hipotensi.
f. Bila
perlu, ganti dengan nitrat IV bila terdapat tahanan vaskuler perifer yang
tinggi (hipertensi). Nitrogliserin lebih aman dari nitroprusida.
g. Pompa
balon intra aorta diindikasikan bila terdapat hipotensi yang sulit ditangani
(syok kardiogenik), iskemia yang sulit ditangani dalam persiapan untuk graft
pintasan koroner emergensi (CABG), atau regurgitasi mitral akut dalam
persiapan untuk perbaikan atau penggantian katup perioperatif.
h. Kateterisasi
koroner dan angioplasty balon atau CABG darurat digunakan pada pasien iskemia
tertentu.
2.
CHF kronis
a. Penatalaksanaan
definitif pada penyebab yang mendasarinya adalah optimal.
b. Modifikasi
gaya hidup dengan pembatasan asupan garam, olahraga, dan pendidikan mengenai
pemantauan gejala (menimbang BB setiap hari, dispnea, edema, nyeri dada)
direkomendasikan.
c. Diuretika,
inotropik, inhibitor ACE, dan penyekat beta merupakan terapi utama untuk CHF.
1)
Diuretika:Furosemid masih merupakan diuretika yang paling umum dipakai bersama
dengan bumetanid atau torsemid. Diuretika jelas memperbaiki intoleransi
terhadap olahraga dan edema, tetapi ketidakseimbangan elektrolit dan efek buruk
pada lipid serum dan glukosa harus diperhatikan. Spironolakton telah terbukti
mengurangi mortalitas pada CHF berat.
2)
Inotropik
a) Digoksin
meningkatkan toleransi olahraga, meningkatkan curah jantung, memperlambat
perkembangan CHF, menurunkan aktivitas saraf simpatis dan RAA, dan
memperbaiki kualitas hidup pada pasien tertentu. Dapat menurunkan
mortalitas bila digunakan bersama dengan inhibitor enzim pengonversi
angiotensin (ACE), tetapi mortalitas bisa meningkat pada pasien yang
digoksinnya dihentikan. Sangat penting untuk terus memeriksa kadar darah dan
menghindari hipokalemia (aritmia).
b) Inhibitor
fosfodiesterase (milrinon, amrinon, enoksimon, piroksimon) memiliki menfaat
jangka pendek terhadap curah jantung dan toleransi olahraga; keamanan jangka
penjangnya masih belum jelas, termasuk peningkatan mortalitas, hipotensi dan
alergi.
c) Agonis
adrenergic (dobutamin atau xamoterol IV intermiten) memiliki manfaat jangka
pendek, tetapi menyebabkan peningkatan mortalitas; levodopamin oral masih dalam
penelitian.
d) Inotropik
baru, seperti vesnarinon, flosequinan, dan pimobendan, tampak menjanjikan namun
jangka panjangnya masih belum bisa dipastikan.
e) Inhibitor
ACE dan penyekat reseptor angiotensin II mempengaruhi manifestasi hemodinamik
dan neurohumoral CHF dengan perbaikan gejala dan ketahanan hidup. Sebagian
besar ditoleransi dengan baik, kecuali untuk dosis pertama hipotensi, batuk
(terutama dengan kaptopril), dan risiko disfungsi ginjal pada beberapa pasien.
f) Penyekat-beta
(carvedilol, metoprolol, ucindolol, labetalol) meningkatkan fraksi ejeksi,
menurunkan tonus simpatis dengan vasodilatasi dan menurunkan konsumsi oksigen
miokard, dan menurunkan remodeling ventrikel. Carvedilol mulai muncul
sebagai obat pilihan dengan penurunan mortalitas secara bermakna dan perbaikan
gejala. Penyekat beta dosis tinggi dapat mnegakibatkan edema paru; dosis rendah
menyebabkan pemburukan klinis dalam 4 sampai 10 minggu pertama dengan perbaikan
sekitar 10 sampai 12 minggu.
3. Obat lain
a.
Nitrat juga memperbaiki manifestasi hemodinamik dan neuro-hormonal CHF. Nitrat
berhubungan dengan sakit kepala yang bermakna dan toleransi memerlukan
pendosisan yang intermiten.
b. Calcium
channelblockers merupakan penghambat saluran kalsium (amlodipin, felodipin)
mungkin bermanfaat pada disfungsi diastolik dan disfungsi sistolik stadium
akhir. Generasi pertama penyekat kalsium meningkatkan aktivitas simpatis dan
tidak mengurangi mortalitas pada CHF, tetapi obat yang terbaru ini tidak
mennyebabkan takikardia refleks dan dapat memperbaiki aspek neuro-hormonal,
hemodinamik dan gejala CHF.
c. Anti-aritmia
secara umum tidak diindikasikan meskipun insidensi kematian mendadak pada CHF
tinggi; baik penyekat beta maupun inhibitor ACE mengurangi ektopi ventrikel.
Amiodarone merupakan satu-satunya anti-aritmia yang berhubungan dengan
penurunan mortalitas. Defibrillator yang dapat diimplantasikan harus
dipertimbangkan pada pasien berisiko tinggi.
d. Antikoagulan
diindikasikan bila terdapat fibrilasi atrial,penyakit katup, atau diketahui ada
thrombus intraventrikular.
4. Sequential pacing dapat meningkatkan curah jantung
pada pasien tertentu.
5. Pembedahan untuk CHF meliputi
transplantasi jantung dan kardiomioplasti.
6. Dukungan Diet Pada Gagal Jantung
Prinsip diet
terapi gizi bagi pasien-pasien gagal jantung kongestif (dekompensasi jantung)
harus berfokus pada keseimbangan status cairan dan elektrolit:
a. Pemantauan
status kalium jika pasien mendapatkan terapi diuretik; pada hipokalemia, kalium
dapat diberikan dalam bentuk makanan yang banyak mengandung kalium seperti air
kacang hijau atau suplemen kalium.
b. Pembatasan
asupan garam (natrium) hingga 2-3 gram natrium per hari (konsumsi garam yang
berlebihan dapat menyebabkan retensi cairan sehingga menambah berat gejala
edema yang biasa terjadi pada dekompensasi jantung). Diet rendah natrium
merupakan kontraindikasi pada salt-depleting renal diseases seperti
pielonefritis yang mengganggu fungsi tubulus ginjal dalam menyerap natrium.
c. Penyesuaian
pembatasan cairan dilakukan menurut :
a)
Respons pasien terhadap pengobatan
b)
Kepatuhan terhadap pembatasan natrium
c)
Intensitas/ progresivitas penyakit
A. KESIMPULAN
Setelah
melakukan diskusi dan mencari sumber literature yang dapat dipercaya, gagal jantung sering
disebut juga gagal jantung
kongestif (CHF), adalah ketidakmampuan
jantung untuk memompa darah dalam
jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
jaringan terhadap nutrien dan
oksigen. Mekanisme yang mendasar tentang gagal
jantung termasuk kerusakan sifat kontraktil dari jantung, yang
mengarah pada curah jantung
kurang dari normal.
Kondisi umum yang mendasari termasuk
aterosklerosis, hipertensi atrial,
dan penyakit inflamasi atau degeneratif otot jantung.
Faktor-faktor yang mempengaruhi gagal jantung kongestif
bervariasi, mulai dari beban yang berlebihan, kerja jantung yang berlebihan,
jantung terlalu lelah, gangguan sistemik, dll. Klasifikasi gagal jantung
kongestif itu sendiri terbagi dua: gagal jantung akut, dan gagal jantung
kronis.
Peran kita sebagai perawat, tentunya
memenuhi kebutuhan dasar klien dengan cara memandirikin pasien yang mengalami
gangguan gagal jantung kongestif. Hal yang dapat kita lakukan sebagai perawat
adalah ajarkan latihan relaksasi napas dalam, berikan pendidikan kesehatan
mengenai gagal jantung kongestif, dan melakukan kolaborasi dengan dokter dalam
rangka pemberian obat.
B. SARAN
Penulisan makalah ini diharapkan dapat memotivasi masyarakat atau pembaca,
agar dapat menjaga kesehatan organ jantung sehingga
proses metabolisme di dalam
tubuh manusia dapat berjalan dengan baik dan seimbang, dan dapat menghindari resiko kematian.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar