MAKALAH
PELAYANAN PRIMA
(MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN)
OLEH:
FEBRIANI M. HAMID
NIM : 2102016 06
AKADEMI KEPERAWATAN LAPATAU BONE
2017/2018
Kata
Pengantar
Bismillahirrohmanirrohiim.
Puji dan
syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas limpahan nikmat dan karunia-Nya,
sehingga saya dapat menyusun makalah “PELAYANAN PRIMA” Makalah ini
disusun dalam rangka untuk menyelesaikan tugas yang diberikan.
Saya
menyadari sepenuhnya, dalam penyusunan makalah ini jauh dari kesempurnaan,
disana sini masih banyak kekurangan dan kelemahan. Ini tidak lain karena
keterbatasan kami dalam mencari sumber-sumber yang dapat dijadikan referensi
dan juga keterbasan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kepada semua
pihak kiranya dapat memberikan kritik dan saran demi perbaikan penulisan
makalah ini.
Selanjutnya
saya sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen,
yang telah memberikan tugas sehingga makalah ini dapat dibuat, mudah-mudahan
amal baik yang diberikan akan mendapat imbalan dari yang Maha Kuasa, amiin.
Kami sangat berharap makalah ini bermanfaat bagi pembaca. Oleh karena
itu, sangat diharapkan saran dan kritik demi perbaikan penulisan makalah ini.
Watampone, Februari 2018
Febriani M.
Hamid
Daftar Isi
KATA
PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
1.2
Rumusan Masalah
1.3
Tujuan
BAB
II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pelayanan Kesehatan
B. Pelayanan Keperawatan
C. Mutu Pelayanan
D. Dimensi Mutu Pelayanan
E. Penilaian mutu pelayanan
F. Strategi Mutu
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Mutu pelayanan keperawatan merupakan indikator
kualitas pelayanan kesehatan. Penentu citra institusi pelayanan kesehatan di
masyarakat adalah perawat. Kualitas pelayanan yang diberikan oleh perawat akan
terlihat dari asuhan keperawatan yang telah diberikan kepada klien. Pengetahuan
perawat memegang peranan penting dalam pendokumentasian proses keperawatan.
Perawat perlu memperoleh pengetahuan tentang aplikasi proses keperawatan yang
digunakan untuk menginterpretasi data pasien. Dalam aspek hukum, perawat tidak
mempunyai bukti tertulis bila pasien menuntut ketidakpuasan terhadap pelayanan
keperawatan. Dalam kenyataannya dengan semakin kompleksnya pelayanan dan
peningkatan kualitas keperawatan, perawat tidak hanya dituntut untuk
meningkatkan mutu pelayanan tetapi dituntut untuk mendokumentasikan asuhan
keperawatan secara benar (Nursalam, 2012). Pendokumentasian merupakan unsur pokok
dalam pertanggung jawaban kinerja profesi keperawatan setelah melakukan
intervensi keperawatan langsung kepada klien. Didasari oleh profesi
keperawatan, bahwa masyarakatmempunyai hak untuk memperoleh pelayanan asuhan
keperawatan secara profesional. Dalam pendokumentasi asuhan keperawatan
menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian,
perumusan diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi sebagai metode
penyelesaian masalah keperawatan pada klien yang akan meningkatkan kesehatan
klien (Hidayat, 2008).
Dalam
upaya peningkatan mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit, telah disusun
Standar Pelayanan Rumah Sakit melalui SK Menkes No. 436/MENKES/SK/VI/1993 dan
Standar Asuhan Keperawatan melalui SK Dirjen Yanmed No. YM.00.03.2.6.7637 tahun
1993. Standar pelayanan dan Standar Asuhan Keperawatan tersebut berfungsi
sebagai alat ukur untuk mengetahui, memantau dan menyimpulkan apakah pelayanan
/ asuhan keperawatan yang diselenggarakan di rumah sakit sudah mengikuti dan memenuhi
persyaratan dalam standar tersebut atau tidak (Depkes RI, 2005).
B.
Rumusan Masalah
Dari uraian diatas dapat dirumuskan masalah yaitu “apakah
ada hubungan tingkat pengetahuan perawat tentang proses keperawatan dengan pendokumentasian
asuhan keperawatan”
C.
Tujuan
Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan
perawat tentang proses keperawatan dengan pendokumentasian asuhan keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Mutu Pelayanan Kesehatan
Pelayanan
adalah produk yang dihasilkan oleh suatu organisasi
dapat menghasilkan barang atau jasa. Jasa diartikan
juga sebagai pelayanan karena jasa itu
menghasilkan pelayanan (Supranto, 2006). Kotler (1997)
dan Tjiptono (2004), menjelaskan karakteristik
dari pelayanan sebagai berikut :
a. Intangibility (tidak berwujud),
yaitu suatu pelayanan mempunyai sifat tidak berwujud, tidak
dapat dirasakan atau dinikmati, tidak dapat dilihat, didengar dan dicium
sebelum dibeli oleh konsumen. Misalnya : pasien dalam
suatu rumah sakit akan merasakan bagaimana
pelayanan keperawatan yang diterimanya setelah
menjadi pasien rumah sakit tersebut.
b. Inseparibility (tidak dapat
dipisahkan), yaitu pelayanan yang dihasilkan dan
dirasakan pada waktu bersamaan dan apabila
dikehendaki oleh seseorang untuk diserahkan
kepada pihak lainnya, dia akan tetap merupakan bagian dari
pelayanan tersebut. Dengan kata lain, pelayanan dapat diproduksi
dan dikonsumsi/dirasakan secara bersamaan. Misalnya
: pelayanan keperawatan yang diberikan pada
pasien dapat langsung dirasakan kualitas pelayanannya.
c. Variability (bervariasi),
yaitu pelayanan bersifat sangat bervariasi karena
merupakan non standardized dan senantiasa
mengalami perubahan tergantung dari siapa pemberi
pelayanan, penerima pelayanan dan kondisi di
mana serta kapan pelayanan tersebut
diberikan. Misalnya : pelayanan yang
diberikan kepada pasien di ruang rawat inap kelas VIP berbeda
dengan kelas tiga.
d. Perishability (tidak tahan
lama), dimana pelayanan itu merupakan komoditas yang
tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Misalnya : jam tertentu
tanpa ada pasien di ruang perawatan,
maka pelayanan yang biasanya terjadi akan
hilang begitu saja karena tidak dapat disimpan
untuk dipergunakan lain waktu.
Definisi
pelayanan kesehatan menurut Depkes RI (2009) adalah setiap upaya yang
diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan atupun masyarakat.
Menurut Donabedian (1988) aspek pelayanan kesehatan adalah
sebagai berikut:
a. Struktur, sarana fisik,
perlengkapan, dan perangkat organisasi dan manajemen mulai dari keuangan, SDM,
dan sumber daya lainnya
b. Proses, semua kegiatan medis yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan mulai dari dokter, perawat, apoteker dan
professional lainnya dalam berinteraksi dan berkomuniksi dengan klien.
c. Output, hasil akhir kegiatan dan pelayanan
professional yang telah diberikan kepada klien dalam meningkatkan derjat
kesehatan dan kepuasan klien
B.
Pelayanan Keperawatan
Herderson
(1966, dalam Kozier et al, 1997)
menjelaskan pelayanan keperawatan sebagai kegiatan
membantu individu sehat atau sakit dalam
melakukan upaya aktivitas untuk membuat individu
tersebut sehat atau sembuh dari sakit atau meninggal dengan
tenang (jika tidak dapat disembuhkan), atau membantu apa yang
seharusnya dilakukan apabila ia mempunyai cukup
kekuatan, keinginan, atau pengetahuan.
Berdasarkan
kebijakan Depkes RI (1998), mutu pelayanan keperawtan adalah pelayanan kepada
pasien yang berdasarkan standar keahlian untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan
pasien, sehingga pasien dapat memperoleh kepuasan dan akhirnya dapat
meningkatkan kepercayaan kepada rumah sakit, serta dapat menghasilkan
keunggulan kompetitif melalui pelayanan yang bermutu, efisien, inovatif dan
menghasilkan customer responsiveness.
Standar
praktek keperawatan telah disahkan oleh MENKES Rl dalam Surat Keputusan Nomor :
660/Menkes/SK/IX/1987. Kemudian diperbaruhi dan disahkan berdasarkan SK DIRJEN
YANMED Rl No : 00.03.2.6.7637, tanggal 18 Agustus 1993. Kemudian pada tahun
1996,DPP PPNI menyusun standar profesi keperawatan SK No : 03/DPP /SKI/1996
yang terdiri dari standar pelayanan keperawatan, praktek keperawatan, standar
pendidikan keperawatan dan standar pendidikan keperawatan berkelanjutan.
Mutu pelayanan keperawatan
dapat merupakan suatu pelayanan keperawatan yang
komprehensif meliputi bio-psiko-sosio-spiritual yang
diberikan oleh perawat profesional kepada pasien
(individu, keluarga maupun masyarakat) baik sakit
maupun sehat, dimana perawatan yang
diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien dan
standar pelayanan. Namun pada dasarnya,
definisi mutu pelayanan keperawatan itu dapat
berbeda-beda tergantung dari sudut pandang
mana mutu tersebut dilihat. (Rakhmawati, 2009)
Berbagai sudut pandang mengenai
definisi mutu pelayanan keperawatan tersebut diantaranya yaitu :
a. Sudut Pandang Pasien (Individu,
Keluarga, Masyarakat)
Meishenheimer
(1989) menjelaskan bahwa pasien atau
keluarga pasien mendefinisikan mutu sebagai
adanya perawat atau tenaga kesehatan yang
memberikan perawatan yang terampil dan kemampuan
perawat dalam memberikan perawatan. Sedangkan
Wijono (2000) menjelaskan mutu pelayanan berarti
suatu empati, respek dan tanggap akan
kebutuhannya, pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan mereka, diberikan dengan
cara yang ramah pada waktu mereka berkunjung.
Pada umumnya mereka ingin pelayanan yang
mengurangi gejala secara efektif dan mencegah penyakit, sehingga pasien
beserta keluarganya sehat dan dapat melaksanakan
tugas mereka sehari-hari tanpa gangguan fisik.
Berdasarkan
definisi-definisi di atas, maka dapat dikatakan bahwa mutu
pelayanan keperawatan didefinisikan oleh pasien (individu,
keluarga, masyarakat) sebagai pelaksanaan pelayanan
keperawatan yang sesuai dengan kebutuhannya yang
berlandaskan rasa empati, penghargaan, ketanggapan, dan keramahan
dari perawat serta kemampuan perawat dalam
memberikan pelayanan. Selain itu melalui
pelayanan keperawatan tersebut, juga dapat menghasilkan
peningkatan derajat kesehatan pasien.
b.
Sudut
Pandang Perawat
Mutu
berdasarkan sudut pandang perawat sering diartikan dengan memberikan
pelayanan keperawatan sesuai yang dibutuhkan pasien agar menjadi mandiri
atau terbebas dari sakitnya (Meishenheimer, 1989). Pendapat lainnya
dikemukakan oleh Wijono (2000), bahwa mutu pelayanan berarti bebas
melakukan segala sesuatu secara profesional untuk meningkatkan derajat
kesehatan pasien dan masyarakat sesuai dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan
yang maju, mutu pelayanan yang baik
dan memenuhi standar yang baik. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa perawat
sebagai tenaga profesional yang memberikan
pelayanan keperawatan terhadap pasien mendefinisikan
mutu pelayanan keperawatannya sebagai kemampuan
melakukan asuhan keperawatan yang profesional
terhadap pasien (individu, keluarga,
masyarakat) dan sesuai standar keperawatan,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
c. Sudut Pandang Manajer Keperawatan
Mutu
pelayanan difokuskan pada pengaturan staf, pasien dan masyarakat yang baik
dengan menjalankan supervisi, manajemen keuangan dan logistik dengan baik
serta alokasi sumber daya yang tepat
(Wijono, 2000). Pelayanan keperawatan memerlukan manajemen
yang baik sehingga manajer keperawatan mempunyai
peranan penting dalam meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan dengan melaksanakan fungsi-fungsi manajemen
dengan baik yang memfokuskan pada
pengelolaan staf keperawatan dan pasien sebagai
individu, keluarga dan masyarakat. Selain itu pengelolaan pun mencakup
pada manajemen keuangan dan logistik.
d. Sudut Pandang Institusi Pelayanan
Meishenheimer
(1989) mengemukakan bahwa mutu pelayanan
diasumsikan sebagai kemampuan untuk bertahan, pertimbangan penting
mencakup tipe dan kualitas stafnya untuk
memberikan pelayanan, pertanggungjawaban intitusi
terhadap perawatan terhadap pasien yang
tidak sesuai, dan menganalisis dampak keuangan
terhadap operasional institusi. Sedangkan Wijono
(2000) menjelaskan bahwa mutu dapat berarti
memiliki tenaga profesional yang bermutu dan
cukup. Selain itu mengharapkan efisiensi
dan kewajaran penyelenggaraan pelayanan, minimal
tidak merugikan dipandang dari berbagai aspek
seperti tidak adanya pemborosan tenaga,
peralatan, biaya, waktu dan sebagainya.
e.
Sudut
Pandang Organisasi Profesi
Badan
legislatif dan regulator sebagai pembuat
kebijakan baik lokal maupun nasional lebih
menekankan pada mendukung konsep mutu
pelayanan sambil menyimpan uang pada
program yang spesifik. Dan selain itu juga
menekankan pada institusi-institusi pelayanan keperawatan
dan fasilitas pelayanan keperawatan. Badan akreditasi dan sertifikasi
menyamakan kualitas dengan mempunyai seluruh
persyaratan administrasi dan dokumentasi klinik
yang lengkap pada periode waktu tertentu
dan sesuai dengan standar pada level yang
berlaku. Sertifikat mengindikasikan bahwa
institusi pelayanan keperawatan tersebut telah
sesuai standar minimum untuk menjamin keamanan
pasien. Sedangkan akreditasi tidak hanya
terbatas pada standar pendirian institusi tetapi
juga membuat standar sesuai undang-undang yang
berlaku (Meishenheimer , 1989).
Persatuan
Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sebagai
organisasi profesi mempunyai tanggung jawab dalam
meningkatkan profesi keperawatan. Sehingga untuk
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan, organisasi
profesi tersebut membuat dan memfasilitasi
kebijakan regulasi keperawatan yang mencakup
sertifikasi, lisensi dan akreditasi. Dimana
regulasi tersebut diperlukan untuk meyakinkan masyarakat bahwa pelayanan
keperawatan yang diberikan telah berdasarkan kaidah suatu
profesi dan pemberi pelayanan keperawatan telah memenuhi
standar kompetensi yang telah ditetapkan.
Tujuan
standar keperawatan merrnrut Gilies (1989) adalah:
a. Meningkatkan asuhan keperawatan.
b. Mengurangi biaya asuhan keperawatan
c. Melindungi perawat dan kelalaian
dalam melaksanaka tugas danmelindungi pasien dan tindakan yang tidak
terapeutik.
Standar
pelavanan keperawatan menurut Depkes Rl 1996 adalahmeliputi:
a. Startdar 1
: falsafah keperawatan
b. Standar 2
: tujuan asuhan keperawatan.
c. Standar 3
: pengkajian keperawatan
d. Standar 4
: diagnosa keperawatan.
e. Standar 5
: perencanaan keperawatan.
f. Standar
6 : intervensi keperawatan
g. Staridar
7 : evaluasi keperawatan.
h. Standar 8
: catatan asuhan keperawatan.
C.
Mutu Pelayanan
Pengertian mutu pelayanan kesehatan bersifat
multi-dimensional yang berarti mutu dilihat dari sisi pemakai pelayanan
kesehatan dan penyelenggara pelayanan kesehatan (Azwar, 1996)
a. Dari pihak pemakai jasa pelayanan,
mutu berhubungan erat dengan ketanggapan dan keterampilan petugas kesehatan
dalam memenuhi kebutuhan klien. komunikasi, keramahan dan kesungguhan juga
termasuk didalamnya.
b. Dari pihak penyelenggara pelayanan
kesehatan, mutu berhubungan dengan dokter, paramedis, derajat mutu pemakaian
dan playanan yang sesuai dengan perkembangan teknologi.
Menurut Departemen Kesehatan RI (1998), mutu pelayanan
didefinisikan sebagai suatu hal yang menunjukkan kesempurnaan pelayanan
kesehatan, yang dapat menimbulkan kepuasan klien sesuai dengan tingkat kepuasan
penduduk, serta pihak lain, pelayanan yang sesuai dengan kode etik dan standard
pelayanan yang professional yang telah ditetapkan. Tappen (1995)
menjelaskan bahwa mutu adalah penyesuaian
terhadap keinginan pelanggan dan sesuai
dengan standar yang berlaku serta tercapainya tujuan yang
diharapkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa mutu pelayanan kesehatan sesuatu
hal yang dapat meningkatkan kepuasan dan kenyamanan klien dengan menyelenggarakan
sebuah pelayanan yang optimal sesuai dengan kode etik dan standard pelayanan
professional yang berlaku serta selalu menerapkan pelayanan yang dinamis
berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
D.
Dimensi Mutu Pelayanan
Lima
dimensi mutu pelayanan (Service Quality), terdiri dan:
a. Wujud nyata (tangibles) adalah wujud
Iangsung yang meliputi fasilitas fisik, yang mencakup kemutahiran peralatan
yang digunakan, kondisi sarana, kondisi SDM perusahaan dan keselarasan antara
fasilitas fisik dengan jenis jasa yang diberikan.
b. Kehandalan (reliability) adalah aspek-aspek
keandalan system pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa yang meliputi
kesesuaian pelaksanaan pelayanan dengan rencana kepedulian perusahaan kepada
permasalahan yang dialami pasien, keandalan penyampaian jasa sejak awal,
ketepatan waktu pelayanan sesuai dengan janji yang dibenikan,keakuratan
penanganan.
c. Ketanggapan (responsiveness) adalah
keinginan untuk membantu dan menyediakan jasa yang dibutuhkan konsumen. Hai ini
meliputi kejelasan informasi waktu penyampaian jasa, ketepatan dan kecepatan
dalam pelayanan administrasi, kesediaan pegawai dalam membantu konsumen,
keluangan waktu pegawai dalam menanggapi permintaan pasien dengan cepat.
d. Jaminan (assurance) adalah adanya
jaminan bahwa jasa yang ditawarkan memberikan jaminan keamanan yang meliputi
kemampuan SDM, rasa aman selama berurusan dengan karyawan, kesabaran karyawan,
dan dukungan pimpinan terhadap staf. Dimensi kepastian atau jaminan ini
merupakan gabungan dari dimensi :
1. Kompetensi (Competence),
artinya keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh para karyawan untuk
melakukan pelayanan
2. Kesopanan (Courtesy), yang
meliputi keramahan, perhatian dan sikap para karyawan
3. Kredibilitas (Credibility),
meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan kepada perusahaan, seperti
reputasi, prestasi dan sebagainya.
e. Empati (empathy), berkaitan dengan
memberikan perhatian penuh kepada konsumen yang meliputi perhatian kepada
konsumen, perhatian staf secara pribadi kepada konsumen, pemahaman akan
kebutuhan konsumen, perhatian terhadap kepentingan, kesesuaian waktu pelayanan
dengan kebutuhan konsumen. Dimensi emphaty ini merupakan penggabungan dari
dimensi :
1. Akses (Acces), meliputi
kemudahan untuk memafaatkan jasa yang ditawarkan
2. Komunikasi (Communication),
merupakan kemapuan melaukan komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada
pelanggan atau memperoleh masukan dari pelanggan
3. Pemahaman kepada pelanggan (Understanding
the Customer), meliputi usaha perusahaan untuk mengetahui dan memahami
kebutuhan dan keinginan pelanggan
E.
Penilaian mutu pelayanan
Penilaian
terhadap mutu dilakukan dengan menggunakan
pendekatan-pendekatan yang dikelompokkan dalam tiga komponen, yaitu :
a.
Struktur
(Input)
Donabedian
(1987, dalam Wijono 2000) mengatakan bahwa
struktur merupakan masukan (input) yang meliputi
sarana fisik perlengkapan/peralatan, organisasi,
manajemen, keuangan, sumber daya manusia dan sumber
daya lainnya dalam fasilitas keperawatan. Baik tidaknya struktur
sebagai input dapat diukur dari jumlah besarnya mutu, mutu struktur,
besarnya anggaran atau biaya, dan
kewajaran. Penilaian juga dilakukan terhadap
perlengkapan-perlengkapan dan instrumen yang
tersedia dan dipergunakan untuk pelayanan. Selain
itu pada aspek fisik, penilaian juga mencakup
pada karakteristik dari administrasi organisasi
dan kualifikasi dari profesi kesehatan.
Pendapat
yang hampir sama dikemukakan oleh Tappen
(1995), yaitu bahwa struktur berhubungan dengan
pengaturan pelayanan keperawatan yang diberikan
dan sumber daya yang memadai. Aspek dalam
komponen struktur dapat dilihat melalui :
1) fasilitas, yaitu kenyamanan, kemudahan
mencapai pelayanan dan keamanan; 2) peralatan,
yaitu suplai yang adekuat, seni menempatkan
peralatan; 3) staf, meliputi pengalaman,
tingkat absensi, rata-rata turnover, dan rasio pasien-perawat; dan
4) Keuangan, yaitu meliputi gaji, kecukupan dan sumber keuangan.
b.
Proses
(Process)
Donabedian
(1987, dalam Wijono 2000) menjelaskan bahwa
pendekatan ini merupakan proses yang
mentransformasi struktur (input)
ke
dalam hasil (outcome). Proses adalah
kegiatan yang dilaksanakan secara profesional
oleh tenaga kesehatan (perawat) dan
interaksinya dengan pasien. Dalam kegiatan ini mencakup diagnosa,
rencana perawatan, indikasi tindakan, prosedur dan penanganan
kasus. Dengan kata lain penilaian dilakukan terhadap
perawat dalam merawat pasien. Dan baik
tidaknya proses dapat diukur dari relevan tidaknya proses bagi pasien,
fleksibelitas/efektifitas, mutu proses itu sendiri
sesuai dengan standar pelayanan yang
semestinya, dan kewajaran (tidak kurang dan tidak berlebihan).
Tappen
(1995) juga menjelaskan bahwa pendekatan pada proses dihubungkan dengan
aktivitas nyata yang ditampilkan oleh pemberi pelayanan keperawatan. Hal ini
termasuk perawatan fisik, intervensi psikologis seperti pendidikan dan
konseling, dan aktivitas kepemimpinan. Penilaian dapat melalui observasi atau
audit dari dokumentasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendekatan
ini difokuskan pada pelaksanaan pemberian
pelayanan keperawatan oleh perawat terhadap
pasien dengan menjalankan tahap-tahap asuhan keperawatan.
Dan dalam penilaiannya dapat menggunakan
teknik observasi maupun audit dari dokumentasi
keperawatan. Indikator baik tidaknya proses dapat
dilihat dari kesesuaian pelaksanaan dengan
standar operasional prosedur, relevansi tidaknya dengan pasien dan
efektifitas pelaksanaannya.
c.
Hasil
(Outcome)
Pendekatan
ini adalah hasil akhir kegiatan dan
tindakan perawat terhadap pasien. Dapat berarti
adanya perubahan derajat kesehatan dan
kepuasan baik positif maupun negatif. Sehingga baik tidaknya hasil dapat
diukur dari derajat kesehatan pasien dan kepuasan
pasien terhadap pelayanan perawatan yang telah
diberikan (Donabedian, 1987 dalam Wijono
2000). Sedangkan Tappen (1995) menjelaskan bahwa outcome berkaitan
dengan hasil dari aktivitas yandiberikan oleh petugas
kesehatan. Hasil ini dapat dinilai dari
efektifitas dari aktivitas pelayanan keperawatan yang
ditentukan dengan tingkat kesembuhan dan kemandirian. Sehingga
dapat dikatakan bahwa fokus pendekatan ini yaitu pada hasil
dari pelayanan keperawatan, dimana hasilnya
adalah peningkatan derajat kesehatan pasien dan
kepuasan pasien. Sehingga kedua hal tersebut
dapat dijadikan indikator dalam menilai mutu pelayanan keperawatan.
Pendekatan-pendekatan
di atas dapat digunakan sebagai indikator
dalam melakukan penilaian terhadap mutu. Namun
sebagai suatu sistem penilaian mutu sebaiknya dilakukan
pada ketiga unsur dari sistem tersebut yang meliputi struktur, proses dan
hasil.
F.
Strategi Mutu
a.
Quality
Assurance (Jaminan
Mutu)
Quality
Assurance mulai
digunakan di rumah sakit sejak tahun
1960-an implementasi pertama yaitu audit
keperawatan. Strategi ini merupakan program untuk
mendesain standar pelayanan keperawatan dan
mengevaluasi pelaksanaan standar tersebut (Swansburg, 1999). Sedangkan menurut
Wijono (2000), Quality Assurance sering diartikan
sebagai menjamin mutu atau memastikan mutu karena
Quality Assurance berasal dari kata to assure yang artinya
meyakinkan orang, mengusahakan sebaik-baiknya,
mengamankan atau menjaga. Dimana dalam
pelaksanaannya menggunakan teknik-teknik seperti
inspeksi, internal audit dan surveilan
untuk menjaga mutu yang mencakup dua tujuan yaitu :
organisasi mengikuti prosedur pegangan kualitas, dan efektifitas prosedur
tersebut untuk menghasilkan hasil yang diinginkan.
b.
Continuous
Quality Improvement
(Peningkatan Mutu Berkelanjutan)
Continuous
Quality Improvement
dalam pelayanan kesehatan merupakan perkembangan
dari Quality Assurance yang dimulai sejak
tahun 1980-an. Continuous Quality Improvement
(Peningkatan mutu berkelanjutan) sering diartikan sama dengan
Total Quality Management karena semuanya mengacu pada
kepuasan pasien dan perbaikan mutu
menyeluruh. Namun menurut Loughlin dan Kaluzny
(1994, dalam Wijono 2000) bahwa ada
perbedaan sedikit yaitu Total Quality Management
dimaksudkan pada program industri sedangkan
Continuous Quality Improvement mengacu pada
klinis. Wijono (2000) mengatakan bahwa Continuous
Quality Improvement itu merupakan upaya peningkatan mutu
secara terus menerus yang dimotivasi oleh keinginan pasien.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan mutu
yang tinggi dalam pelayanan keperawatan yang
komprehensif dan baik, tidak hanya memenuhi
harapan aturan yang ditetapkan standar yang berlaku.
Pendapat
lain dikemukakan oleh Shortell dan Kaluzny
(1994) bahwa Quality Improvement merupakan manajemen
filosofi untuk menghasilkan pelayanan yang baik. Dan
Continuous Quality Improvement sebagai filosofi peningkatan mutu yang
berkelanjutan yaitu proses yang dihubungkan dengan memberikan
pelayanan yang baik yaitu yang dapat
menimbulkan kepuasan pelanggan (Shortell, Bennett
& Byck, 1998)
c.
Total
quality manajemen (TQM)
Total
Quality Manajemen
(manajemen kualitas menyeluruh) adalah suatu cara meningkatkan performansi
secara terus menerus pada setiap level operasi atau proses, dalam
setiap area fungsional dari suatu
organisasi, dengan menggunakan semua sumber daya
manusia dan modal yang tersedia dan berfokus pada
kepuasan pasien dan perbaikan mutu menyeluruh.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pelayanan
kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik (public goods)
dengan tujuan memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit
penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain promosi kesehatan,
pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan
kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa, serta berbagai program
kesehatan masyarakat lainnya.
B.
Saran
Agar
selalu menerapkan asuhan keperawatan dalam memberikan pelayanan kepada pasien
maupun keluarga, sehingga dapat menentukan asuhan keperawatan yang sesuai baik
bagi individu maupun keluarga.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar